Tuesday, February 24, 2009

Alhamdulillah sudah 5 tahun


Alhamdulillahi robbil 'alamin.....


Terima kasih ya Allah..

Nabila bidadari ku, hari ini sudah genap 5 tahun kau mendampingi hidup kami..

Duka yang dulu sering menghantui kami, hilang sudah melihat derai tawamu.
Sekilas kami mengingat runtutan peristiwa bersejarah dalam hidup kamu dan kami.
Lima tahun lalu kamu hadir lebih cepat dari yang kami semua perkirakan. Disitulah bukti bahwa kuasa Alloh melebihi makhluknya.
Kami manangis bahagia dan khawatir..
bahagia karena karunia-Nya... namun khawatir menyaksikan keadaanmu nak..
tak pernah terbayangkan beratmu hanya 1,6kg.....betapa kecilnya..
kami bingung bagaimana merawat dan melindungi kamu waktu itu...
Alhamdullah kuasa-Nya juga yang membuat banyak dukungan terhadap kami.
Kamu kuat dan hebat bisa bertahan ditengah kekhawatiran kami..
Kabar terberat bagi kami ketika mengetahui ada kelainan dalam jantungmu nak..
kabar tersebut lebih keras dari suara petir... lebih pedih dari irisan sembilu..
kami terdiam dan hampir... putus asa..
namun kuasa-Nya juga yang membuat kami kuat..
kami bertekad melakukan apa yang terbaik buat kamu nak...
hingga tiba saatnya operasi itu dijalankan..
tidak terbayangkan rasanya, kamu meronta-ronta ketika diambil dokter menuju ruang itu...
hati kami serasa hancur... hanya do'a yang terus-terusan kami panjatkan hingga proses tersebut sukses..
Alhamdulillah.. empat tahun peristiwa tersebut telah lewat...
kami hanya bisa bersyukur dan berharap bahwa kami telah melakukan yang terbaik buat kamu.. dan hanya akan memberikan yang terbaik buat kamu nantinya..
Nabila, bidadariku.. hanya tawamu yang membuat segala pedih itu sirna...
kami telah buktikan bahwa: kuasa-Nya dengan dukungan rasa cinta kami bisa mengalahkan segala keraguan dan kepedihan...

Memilih Sepeda Gunung

Memilih sepeda gunung yang sesuai seringkali menjadi hal yang membingungkan khususnya bagi para pemula. Tips mudah untuk mengatasi hal ini adalah dengan mengenal terlebih dahulu secara umum jenis-jenis sepeda gunung yang ada serta peruntukannya. Kemudian diskusikan dengan teman atau pesepeda gunung yang berpengalaman atau bergabung dalam komunitas maya (milis).
Pertanyaan klasik bagi para pemula biasanya berkisar pada:
(1) Apakah saya memulai dengan sepeda hardtail atau sepeda full-suspension?
(2) Apakah saya beli yang full-bike atau dirakit dengan frame dan komponen pilihan sendiri?
Untuk memilih sepeda yang tepat, tentukan dulu penggunaannya untuk kategori apa. Jangan sampai menyiapkan setting sepeda XC tapi dipakai untuk Freeride atau DH, bisa runyam hasilnya, demikian juga sebaliknya.
Tapi kalau anda penggemar XC dan sekali-kali bermain AM/XM/trailbike, ada beberapa sepeda yang sudah dirancang seperti itu. Artinya, spesifikasi teknisnya untuk AM/XM/trailbike, tapi karena bobotnya ringan dan geometri-nya dinamis, maka masih cukup comfortable untuk XC.
Apapun kategori penggunaan sepeda gunung (MTB) anda, mau XC, AM, FR, atau DH; anda selalu bisa memulainya dengan full-suspension. Memang sebagian besar saran yang diterima oleh pemula adalah, “mulailah dengan hardtail”. Dengan alasan antara lain untuk berlatih dulu dengan sepeda yang less comfortable dan better pedalling efficiency.
Namun bagi mereka yang mulai (lagi) bersepeda diatas usia 30+ sangat dianjurkan untuk mengutamakan comfort riding untuk mengurangi body fatique.
Saat ini tersedia sepeda XC full-suspension dengan performa (efficiency) yang sama atau mendekati hardtail, seperti misalnya sepeda yang menggunakan brain shock atau Non Resonance System dibagian belakang.
Namun semua itu kembali lagi pada bujet tersedia dan seberapa serius kita akan melakukan olahraga atau hobi ini. Satu hal yang pasti, kalau tujuan kita bersepeda bukan untuk kompetisi dan lebih mementingkan unsur olahraga, kenyamanan dan kesehatan; sekali lagi full-suspension bukan pilihan yang salah. Sekarang ini entry level full-suspension sudah semakin terjangkau apalagi kalau pandai-pandai mencari used bikenya.
Tetapi jika anda memilih HARDTAIL, jelas bukan pula pilihan yang keliru, banyak koq yang memulai dan masih tetap setia dengan hardtail. Akhirnya semuanya kembali pada personal preferences dan tujuan.
LALU, bagaimana dengan pilihan merakit sepeda atau beli yang sudah full-bike? Jika bersepeda buat anda sekedar untuk berolah-raga atau sarana transportasi alternatif, maka membeli sepeda full-bike akan memudahkan pilihan anda.

Namun kalau bersepeda juga merupakan bagian dari hobby atau life-style anda, maka sepeda yang dirakit dengan komponen pilihan sendiri jelas lebih memuaskan.

Jenis Sepeda Gunung

Semua jenis sepeda gunung masa kini telah menerapkan sistem suspensi pada roda depannya (fork suspension), dan beberapa diantaranya bahkan menerapkan sistem suspensi di roda belakangnya (dual suspension = full suspension).

Kategori sepeda tidak hanya dilihat dari kemiripan bentuknya saja, namun ada dua faktor penting lainnya yaitu GEOMETRI dan MATERIAL sepedanya. Sebagai contoh sepeda kategori AM atau DH akan terlihat dari Head Angle yang semakin slack dibawah 70 derajat. Semakin kecil sudutnya semakin nyaman dan mumpuni untuk menghadapi turunan atau ber-downhill ria.

Demikian juga dengan bahan materialnya, sepeda AM/DH yang notabene lebih banyak dipakai untuk meng"hajar" jalanan offroad tentunya memerlukan jenis material yang lebih kuat.
Saat ini, sepeda disain mutakhir sudah menerapkan cross-genre, artinya satu sepeda bisa masuk di dua atau lebih kategori. Misalnya, Giant Reign yang dirancang untuk penggunaan AM yang optimum tapi masih cukup nyaman untuk light-DH. Atau Santacruz Blur LT yang awalnya didisain sebagai Aggresive-XC tapi juga mumpuni untuk AM, bahkan belakangan malah pindah kelas menjadi kategori AM.

Sepeda gunung pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori sesuai dengan peruntukan medan yang dilaluinya, diantaranya;

Cross-Country Bike
Beratnya relatif paling ringan dibandingkan jenis sepeda gunung lainnya, berkisar antara 8 hingga 12 kg. Sepeda gunung jenis ini didisain untuk mendapatkan efisiensi yang optimal pada saat mengayuh dan menanjak, karenanya banyak juga digunakan untuk keperluan XC-race. Rancang bangunnya masih didominasi oleh jenis hardtail (tanpa sistem suspensi belakang), sekalipun dalam 2-3 tahun terakhir ini jenis full-suspension dengan travel suspensi belakang 3-4 inches semakin banyak mengisi pasar.

Penggunaan full-suspension pada sepeda gunung jenis cross-country banyak dipicu oleh teknologi baru dalam pembuatan bahan material berbobot ringan serta geometri suspensi belakang yang mampu mengeliminasi efek negatif dari bobbing (tendangan balik pada saat suspensi mengayun). Hanya saja sepeda gunung jenis ini tidak selayaknya dipergunakan secara extreme, kecuali sebatas lompatan kecil (bunny hop) dan kondisi medan dengan halangan teknikal yang ringan.

All Mountain
Saat ini merupakan pilihan yang cukup populer bagi para penggemar sepeda gunung petualangan bebas dan popularitasnya sedang menanjak pesat. Jarak main suspensi biasanya berkisar antara 4 hingga 5 inches bahkan beberapa sudah ada yang menerapkan 6 inches, sekalipun kategori ini masih menyisakan beberapa sepeda gunung jenis hardtail. Sepeda gunung jenis all-mountain dirancang untuk mampu melintasi medan berbatuan, tanah pegunungan maupun batu lepas dengan nyaman pada kecepatan relatif tinggi dan nyaman dibandingkan sepeda jenis cross-country, bahkan mampu melakukan lompatan (drop off) hingga 2 meter. Berat keseluruhan sepeda berkisar antara 11-15 kg, dengan komponen yang yang relatif ringan namun tetap kuat.

Freeride
Pada dasarnya sepeda gunung jenis ini tidak berbeda banyak dengan sepeda gunung jenis All-mountain, kecuali beberapa komponen-nya dibuat lebih kuat dan berkarakteristik sepeda gaya bebas. Seperti misalnya, suspensi depan yang lebih kekar dan minimal dilengkapi suspensi double crown (batang penahan stanchion), serta menggunakan dual cranks pada pengayuhnya. Sepeda gunung ini biasanya dirancang untuk dapat bertahan ketika melakukan lompatan-lompatan yang yang cukup tinggi.

Dirt Jump / Urban Bike
Penggemar sepeda gunung ini awalnya adalah kawula muda perkotaan yang menggunakan sepeda gunung untuk segalanya. Selain sebagai alat transportasi, menikung dengan kecepatan tinggi, juga digunakan untuk melakukan lompatan-lompatan tinggi bahkan sangat extreme. Rangka sepedanya (frame) terbuat dari bahan yang sangat kuat dengan disain yang kokoh, serta ruang ban yang cukup besar untuk penggunaan ban yang ekstra lebar dan besar. Disamping itu frame bagian atasnya (top tube) dibuat serendah mungkin untuk kemudahan pengendalian. Berat sepeda gunung ini mencapai antara 13-18 kg dengan kualitas material yang lebih kuat, sehingga membuat jenis sepeda ini relatif lebih mahal.

Downhill
Sepeda gunung jenis ini tujuan utamanya adalah menaklukan turunan dengan cepat, aman dan nyaman; yang pada awalnya banyak dilakukan pada area turunan bermain ski disaat tidak musim salju. Untuk itu dibutuhkan suspensi yang lebih panjang jarak mainnya, serta super-sensitif terhadap medan yang dilintasinya. Geometri dari rangkanya (frame) didisain dengan titik gravitasi yang rendah dan mampu menikung dengan stabil sekalipun pada kecepatan tinggi. Kemampuan melakukan pengereman juga merupakan faktor yang penting bagi sepeda jenis ini, karenanya penggunaan rem piringan (disc brake) berukuran besar sangat direkomendasikan. Komponen dan material sepeda ini dipilih yang kuat untuk menahan perlakuan yang “abnormal” dan ini menyebabkan bobot sepeda meningkat sehingga berkisar antara 15-20 kg.

Pilih Sepeda Generik atau Genuine
Apa sih maksudnya sepeda generik? Ternyata tidak lain adalah frame sepeda tiruan dari model dan merek terkenal yang sedang digandrungi banyak orang, ada yang menyebutnya replika skala 1:1 atau sepeda bajakan.

Secara umum sepeda generik memang layak dipakai asalkan sesuai dengan peruntukannya, karena pada umumnya mereka sudah dibuat dengan sistem welding dan casting modern. Namun jangan bicara mengenai soal kualitas dan kenyamanan untuk frame semurah itu, setidaknya dibandingkan dengan frame aslinya. Kebanyakan frame generik mempunyai geometri yang kurang presisi. Belum lagi jenis aluminium yang digunakan kebanyakan masih menggunakan aluminium tipe 6061 dimana kekuatannya tidak sebanding dengan jenis aluminium frame aslinya, yang menggunakan aluminium generasi baru yang lebih ringan sekaligus lebih kuat.

Hal lain yang mempengaruhi kenyamanan frame bajakan ini adalah weight balance yang tidak akurat, karena hal ini biasanya merupakan „resep“ pabrikan sepeda yang sulit ditiru. Dimana pengaturan weight balance yang sempurna cukup berpengaruh pada kelenturan beberapa titik dari frame sepeda. Makanya sepeda jenis hardtail tertentu ada yang bagian belakangnya terasa flex hasil dari weight balance dan design yang sempurna.

Lalu kenapa harus ada frame atau rangka sepeda generik? Apa lagi alasannya kalau bukan karena mengejar harga yang jauh lebih murah. Seringkali harganya tidak sampai 10% dari harga sepeda aslinya. Hebatnya lagi, beberapa sepeda generik ini sangat sulit dibedakan dengan aslinya, khususnya bagi para pemula (newbie).

Harga pasaran frame generik ternyata juga sangat generik alias hampir sama semuanya yakni dikisaran 300.000 hingga 500.000 rupiah, baik untuk rangka bajakan dari merk Trek, Specialized, Schwin, Scott ataupun lainnya. Bahkan sekarang sudah ada rangka bajakan untuk jenis full-suspension dengan kualitas cukup baik. Salah satu rangka bajakan favourite adalah tiruan dari Specialized S-Work yang harga aslinya berkisar antara 4.2 hingga 4.5 juta rupiah. Hebatnya juga, saat ini frame sepeda bajakan sudah ada yang menggunakan bahan titanium.

Siapakah pembeli atau pemakai rangka bajakan ini? Para pemula yang tidak ingin mengeluarkan dana besar adalah sasaran utama dari rangka bajakan ini. Bayangkan harga full-bike dengan menggunakan rangka bajakan ditambah group set dan kelengkapan lainnya bisa ditebus dikisaran 1.5 juta rupiah.

Sasaran pemakai berikutnya adalah pemula yang belum yakin frame jenis apa yang cocok untuknya. Biasanya kelompok ini mengkombinasikan rangka bajakan dengan komponen sepeda kelas menengah bahkan komponen kelas atas seperti Shimano XT/XTR atau SRAM x.9/x.0. Bahkan ada pula yang mengkombinasikan dengan pemakaian fork suspension yang harganya 5-10 kali dari harga frame-nya. Setelah selang beberapa lama dan mengenal lebih dalam karakter sepeda gunung, mereka baru menukar frame nya dengan yang lebih cocok untuk postur maupun target treknya, dan biasanya mereka beralih ke frame asli.

Pemakai lainnya adalah, pesepeda yang menggunakan sepedanya hanya untuk aktivitas keliling komplek atau fun bike. Disamping itu, kualitas dan kemiripan rangka bajakan yang semakin mendekati versi aslinya, membuat pemain sepeda gunung kawakanpun ada yang memelihara sepeda dengan frame generik


Sepeda Full Suspension vs. Hardtail/Softail
Sepeda jenis hardtail memang cepat, apalagi ketika melaju, dimana guncangan dari jalan yang disalurkan kebagian bawah tubuh anda, membuat perasaan lebih cepat. Namun sepeda fullsus menjanjikan kenyamanan dan biasanya juga lebih cepat dimedan rusak karena kemampuan kontrol yang lebih baik ketika melahap rintangan.
Saat ini banyak sistem suspensi sepeda yang dipergunakan, dan kadang kala sangat membingungkan.

Saat awal sepeda bersuspensi ganda (full-suspension) diciptakan, ada beberapa kendala yang turut muncul;
(1) bobot sepeda yang bertambah secara drastis,
(2) efek bobbing atau kick back yang terjadi karena ketegangan rantai yang berubah-ubah seiring dengan naik turunnya suspensi belakang
(3) adanya tambahan pivot (titik sambungan bergerak) membuat perawatan menjadi lebih rumit.

Bagaimanapun juga sepeda gunung full-suspension menjanjikan kenyamanan dan pengendalian yang lebih baik dibandingkan hardtail. Namun, sejalan dengan perkembangan teknologi sepeda gunung yang berkembang pesat di 2-3 tahun terakhir, faktor berat tidak lagi menjadi masalah yang bearti. Perbedaan berat antara sepeda gunung full-suspension dan hartail sekarang sudah semakin tipis. Bayangkan, bobot shock absorber untuk sistem suspensi belakang sepeda gunung saat ini sudah ada yang dibawah 200 gram. Belum lagi beberapa bagian dari suspensi belakang ini juga terbuat dari bahan titanium yang terkenal ringan namun kuat.

Faktor efisiensi kayuhan pedal (bobbing effects) juga kerap kali menjadi permasalahan yang dihadapi oleh sepeda gunung jenis full-suspension. Sekali lagi, kemajuan teknologi sepeda gunung full-suspension pada tiga tahun terakhir ini telah secara dramatis mampu mengurangi kendala ini. Teknologi tersebut diantaranya adalah Advanced Single Point Pivot, Four Bar Linkage, Virtual Pivot Point, ICT dan lainnya; yang kesemuanya diciptakan untuk meningkatkan efisiensi kayuhan pedal layaknya sepeda gunung hardtail.

Jika kenyamanan menjadi faktor penting bagi anda, sepeda gunung full-suspension bukanlah pilihan yang salah.

B2W vs. Polusi Udara

Alasan utama orang enggan melakukan bike-to-work selain kondisi lalu-lintas yang semerawut adalah bahaya polusi udara terhadap kesehatan. Banyak yang mengatakan para pesepeda sebagai orang gila yang mau bunuh diri. Khususnya di kota Jakarta yang konon kabarnya adalah kota no.3 ter-polusi di dunia.
Lalu diantara pemakai jalanan seperti pengguna sepeda motor, mobil, metromini, bajay atau bus, apakah pengendara sepeda menjadi korban yang terparah?
Ingat, kita semua termasuk pejalan kaki, hewan dan tanaman yang berada di kota besar seperti Jakarta, sebenarnya sudah menjadi KORBAN POLUSI UDARA yang kita produksi setiap saat, setiap hari, setiap tahun, bahkan mungkin sepanjang hayat.
Yang terparah sudah bisa dipastikan adalah pengguna jasa bajay, metromini dan bis. Bagaimana tidak selain seringkali berdesak-desakan, dan menghirup udara terpolusi langsung, ditambah lagi para perokok yang seakan tidak mau peduli dengan aturan larangan merokok ditempat umum!
Pengguna mobil, jangan dikira kalau sudah pakai AC lalu bisa bebas polusi, belum tentu loh. Kebersihan dalam mobil yang jarang dibersihkan seringkali menjadi sarang yang nyaman bagi bakteria udara terutama pengguna taxi. Kondisi mobil yang tidak lagi baru dan prima menyebabkan udara luar masuk dengan mudah dan ini yang kita hirup .... belum lagi kalau kondisi jalan lagi macet-macetnya.
Pengendara sepeda motor, sepanjang mereka masih dapat bergerak mencari udara lebih segar, masih lebih lumayan; makanya disetiap lampu merah mereka selalu berusaha merangsek kedepan sampai melewati batas berhenti. Hanya saja di Jakarta kalau lagi macet, motor-pun kerap kali turut menderita, dan apesnya lagi mereka menghirup udara ”segar” yang terkontaminasi polusi asap knalpot.

Bagaimana dengan pengendara sepeda?
Para pekerja bersepeda hampir dipastikan berusaha untuk menghindari jalur yang pengap dengan polusi udara, mereka lebih tertarik mencari jalan alternatif yang jarang dilalui kendaraan bermesin, bahkan tidak jarang masuk ke jalan-jalan ”tikus” untuk mencari jalur yang rendah polusi. Belum lagi sepeda yang ringan dan lincah memungkinkan untuk selalu bergerak dikepadatan lalu lintas.
Keuntungan lain bagi para pesepeda adalah secara tidak langsung telah melakukan olah-raga memperkuat otot, mengurangi lemak, melatih koordinasi keseimbangan dan juga meningkatkan kemampuan cardio. Dan ini jelas membutuhkan oxygen yang lebih banyak dibandingkan mereka yang pasif, duduk dalam mobil atau kendaraan umum. Bagusnya bagi ”olahragawan” sepeda, mereka menghirup dan menghembuskan lebih banyak udara dibandingkan mereka yang pasif tadi dalam satuan waktu yang sama. Sehingga hazardous particles tidak sempat mengendap di paru-paru dan salurannya.

Bagaimana mengurangi efek polusi udara ketika bersepeda?
Tidak seperti kebanyakan pengguna sepeda motor yang menggunakan kain sebagai masker atau masker kasa. Para pekerja bersepeda sudah banyak yang menggunakan masker khusus untuk racun ringan yang dapat ditemukan dengan mudah ditoko bangunan dengan harga cukup terjangkau (sekitar 30-40ribu + 4500 untuk replaceable filter-nya). Memang pada awalnya menggunakan masker ini membuat bernafas menjadi sulit, tapi setelah beberapa kali, biasanya kendala ini bisa diatasi.
Hasil penelitian ilmiah dibelahan bumi lain berikut ini juga membuktikan bahwa pengguna mobil ternyata lebih beresiko terkena efek polusi udara lebih parah dibandingkan pesepeda.

Differences in cyclists and car drivers exposure to air pollution from traffic in the city of Copenhagen.

Rank J, Folke J, Jespersen PH. University of Roskilde, Department of Environment, Technology and Social Studies, Denmark. jr@ruc.dk

It has frequently been claimed that cycling in heavy traffic is unhealthy, more so than driving a car. To test this hypothesis, teams of two cyclists and two car drivers in two cars were equipped with personal air samplers while driving for 4 h on 2 different days in the morning traffic of Copenhagen. The air sample charcoal tubes were analysed for their benzene, toluene, ethylbenzene and xylene (BTEX) content and the air filters for particles (total dust). The concentrations of particles and BTEX in the cabin of the cars were 2-4 times greater than in the cyclists' breathing zone, the greatest difference being for BTEX. Therefore, even after taking the increased respiration rate of cyclists into consideration, car drivers seem to be more exposed to airborne pollution than cyclists.
Health Promotion Journal of Australia 2004;15:63-7:
Issue addressed: International studies have consistently found that exposure to air pollutants is higher inside cars than outside. However, few studies have compared personal exposure to air pollutants by travel mode focusing on usual travel patterns.
Objectives: To compare the exposure to benzene, toluene, ethylbenzene and xylene (BTEX) and nitrogen dioxide (NO2) for commuters in central Sydney for five different commuting modes.
Results: The highest pollutant levels for all four BTEX pollutants were found for car commuters. Train commuters recorded the lowest pollutant levels for all four BTEX pollutants and NO2, and these levels were significantly lower than that for car commuters. Commuting by bus recorded the highest levels for NO2. Walking and cycling commuters had significantly lower levels of exposure to benzene compared with car commuters and significantly lower levels of NO2 than bus commuters.
Conclusions: The results of this study are consistent with the findings of studies in other cities and found elevated levels of exposure to motor vehicle-related pollutants in roadway microenvironments. Strategies that encourage commuting by train, walking and cycling should be supported as this reduces population exposure to motor vehicle-related pollutants.

Terlampir beberapa referensi terkait dengan pembahasan di atas;
1. Carnall D. Cycling and health promotion. A safer, slower urban road environment is the key. BMJ 2000; 320: 888. 2. Mersy DJ. Health benefits of aerobic exercise. Postgrad Med 1991; 90: 103-7 and 110-2. 3. Kelley GA. Effects of Aerobic exercise in normotensive adults: a brief metaanalytic review of controlled clinical trials. South Med J 1995; 88: 42-46. 4. http://www.nationalcyclingstrategy.org.uk/Health.pdf 5. Rutter H. Modal shift. Transport and health. A policy report on the health benefits of increasing levels of cycling in Oxfordshire 6. Leeds cycling action group. Cycling and Health 7. Scully D, Kremer J, Meade MM et al. Physical exercise and psychological wellbeing. In MacAuley D (Ed.) Benefits and hazards of exercise. London: BMJ Books 1999. 8. Fentem PH. ABC of sports medicine. Benefits of exercise in health and disease. BMJ 1994; 308: 1291-5. 9. Joakimsen RM, Magnus JH, Fonnebo V. Physical activity and predisposition for hip fractures: a review. Osteoporosis Int 1998; 7: 503-13. 10. Rank J, Folke J, Jespersen PH. Differences in cyclists and car drivers exposure to air pollution from traffic in the city of Copenhagen. Sci Total Environ 2001; 279: 131-6.

SEJARAH SEPEDA


Sejarah sepeda bermula di Eropa. Sekitar tahun 1790, sebuah sepeda pertama berhasil dibangun di Inggris. Cikal bakal sepeda ini diberi nama Hobby Horses dan Celeriferes. Keduanya belum punya mekanisme sepeda zaman sekarang, batang kemudi dan sistem pedal. Yang ada hanya dua roda pada sebuah rangka kayu. Bisa dibayangkan, betapa canggung dan besar tampilan kedua sepeda tadi. Meski begitu, mereka cukup menolong orang-orang – pada masa itu – untuk berjalan.
Penemuan fenomenal dalam kisah masa lalu sepeda tercipta berkat Baron Karl Von Drais. Von Drais yang tercatat sebagai mahasiswa matematik dan mekanik di Heidelberg, Jerman berhasil melakukan terobosan penting, yang ternyata merupakan peletak dasar perkembangan sepeda selanjutnya.Oleh Von Drais, Hobby Horse dimodifikasi hingga mempunyai mekanisme kemudi pada bagian roda depan. Dengan mengambil tenaga gerak dari kedua kaki, Von Drais mampu meluncur lebih cepat saat berkeliling kebun. Ia sendiri menyebut kendaraan ini dengan nama, Draisienne. Beritanya sendiri dimuat di koran lokal Jerman pada 1817. Proses penciptaan selanjutnya dilakukan Kirkpatrick Macmillan. Pada tahun 1839, ia menambahkan batang penggerak yang menghubungkan antara roda belakang dengan ban depan Draisienne. Untuk menjalankannya, tinggal mengayuh pedal yang ada.
James Starley mulai membangun sepeda di Inggris di tahun 1870. Ia memproduksi sepeda dengan roda depan yang sangat besar (high wheel bicycle) sedang roda belakangnya sangat kecil.


Sepeda jenis ini sangat populer di seluruh Eropa. Sebab Starley berhasil membuat terobosan dengan mencipta roda berjari-jari dan metode cross-tangent. Sampai kini, kedua teknologi itu masih terus dipakai. Buntutnya, sepeda menjadi lebih ringan untuk dikayuh.Sayangnya, sepeda dengan roda yang besar itu memiliki banyak kekurangan. Ini menjadi dilema bagi orang-orang yang berperawakan mungil dan wanita. Karena posisi pedal dan jok yang cukup tinggi, mereka mengeluhkan kesulitan untuk mengendarainya.
Sampai akhirnya, keponakan James Starley, John Kemp Starley menemukan solusinya. Ia menciptakan sepeda yang lebih aman untuk dikendarai oleh siapa saja pada 1886. Sepeda ini sudah punya rantai untuk menggerakkan roda belakang dan ukuran kedua rodanya sama. Namun penemuan tak kalah penting dilakukan John Boyd Dunlop pada 1888. Dunlop berhasil menemukan teknologi ban sepeda yang bisa diisi dengan angin (pneumatic tire).


Dari sinilah, awal kemajuan sepeda yang pesat. Beragam bentuk sepeda berhasil diciptakan.

Seperti diketahui kemudian, sepeda menjadi kendaraan yang mengasyikkan. Di Indonesia, perkembangan sepeda banyak dipengaruhi oleh kaum penjajah, terutama Belanda. Mereka memboyong sepeda produksi negerinya untuk dipakai berkeliling menikmati segarnya alam Indonesia. Kebiasaan itu menular pada kaum pribumi berdarah biru. Akhirnya, sepeda jadi alat transpor yang bergengsi.
Seperti ditulis Ensiklopedia Columbia, nenek moyang sepeda diperkirakan berasal dari Prancis. Menurut kabar sejarah, negeri itu sudah sejak awal abad ke-18 mengenal alat transportasi roda dua yang dinamai velocipede. Bertahun-tahun, velocipede menjadi satu-satunya istilah yang merujuk hasil rancang bangun kendaraan dua roda. Yang pasti, konstruksinya belum mengenal besi. Modelnya pun masih sangat “primitif”. Ada yang bilang tanpa engkol, pedal tongkat kemudi (setang). Ada juga yang bilang sudah mengenal engkol dan setang, tapi konstruksinya dari kayu.
Adalah seorang Jerman bernama Baron Karls Drais von Sauerbronn yang pantas dicatat sebagai salah seorang penyempurna velocipede. Tahun 1818, von Sauerbronn membuat alat transportasi roda dua untuk menunjang efisiensi kerjanya. Sebagai kepala pengawas hutan Baden, ia memang butuh sarana transportasi bermobilitas tinggi. Tapi, model yang dikembangkan tampaknya masih mendua, antara sepeda dan kereta kuda. Sehingga masyarakat menjuluki ciptaan sang Baron sebagai dandy horse.
Baru pada 1839, Kirkpatrick MacMillan, pandai besi kelahiran Skotlandia, membuatkan “mesin” khusus untuk sepeda. Tentu bukan mesin seperti yang dimiliki sepeda motor, tapi lebih mirip pendorong yang diaktifkan engkol, lewat gerakan turun-naik kaki mengayuh pedal. MacMillan pun sudah “berani” menghubungkan engkol tadi dengan tongkat kemudi (setang sederhana).
Sedangkan ensiklopedia Britannica.com mencatat upaya penyempurnaan penemu Prancis, Ernest Michaux pada 1855, dengan membuat pemberat engkol, hingga laju sepeda lebih stabil. Makin sempurna setelah orang Prancis lainnya, Pierre Lallement (1865) memperkuat roda dengan menambahkan lingkaran besi di sekelilingnya (sekarang dikenal sebagai pelek atau velg). Lallement juga yang memperkenalkan sepeda dengan roda depan lebih besar daripada roda belakang. Namun kemajuan paling signifikan terjadi saat teknologi pembuatan baja berlubang ditemukan, menyusul kian bagusnya teknik penyambungan besi, serta penemuan karet sebagai bahan baku ban. Namun, faktor safety dan kenyamanan tetap belum terpecahkan. Karena teknologi suspensi (per dan sebagainya) belum ditemukan, goyangan dan guncangan sering membuat penunggangnya sakit pinggang. Setengah bercanda, masyarakat menjuluki sepeda Lallement sebagai boneshaker (penggoyang tulang). Sehingga tidak heran jika di era 1880-an, sepeda tiga roda yang dianggap lebih aman buat wanita dan laki-laki yang kakinya terlalu pendek untuk mengayuh sepeda konvensional menjadi begitu populer. Trend sepeda roda dua kembali mendunia setelah berdirinya pabrik sepeda pertama di Coventry, Inggris pada 1885. Pabrik yang didirikan James Starley ini makin menemukan momentum setelah tahun 1888 John Dunlop menemukan teknologi ban angin. Laju sepeda pun tak lagi berguncang.
Penemuan lainnya, seperti rem, perbandingan gigi yang bisa diganti-ganti, rantai, setang yang bisa digerakkan, dan masih banyak lagi makin menambah daya tarik sepeda. Sejak itu, berjuta-juta orang mulai menjadikan sepeda sebagai alat transportasi, dengan Amerika dan Eropa sebagai pionirnya. Meski lambat laun, perannya mulai disingkirkan mobil dan sepeda motor, sepeda tetap punya pemerhati. Bahkan penggemarnya dikenal sangat fanatik.
Kini, sepeda punya beragam nama dan model. Ada sepeda roda tiga buat balita, sepeda mini, “sepeda kumbang”, hingga sepeda tandem buat dikendarai bersama. Bahkan olahraga balap sepeda mengenal sedikitnya tiga macam perangkat lomba. Yakni “sepeda jalan raya” untuk jalanan mulus yang memiliki sampai 16 kombinasi gir yang berbeda, “sepeda track” dengan hanya 1 gigi serta “sepeda gunung” yang memiliki 24 gigi.