Wednesday, October 8, 2008

Dia yang Kurindu

Oleh : Huda Kismandana, Smanda 95

Menginjak usia puber, perasaan cinta terhadap lawan jenis dengan sendirinya muncul. Perasaan cinta itupun dibarengi juga dengan perasaan rindu. Rindu ingin melihat dan bertemu, rindu untuk diperhatikan. Perasaan ini membangkitkan energi positif sehingga kita berpikir dan bersikap bagaimana caranya agar si dia menerima cinta kita. Energi positif itu mendorong kita tampil lebih rapih, dewasa, berprestasi di bidang akademik, olah raga, dan seni misalnya. Dan ketika perasaan cinta ini dibalas dengan penerimaan, rindupun semakin terasa.

Perasaan tersebut yang tumbuh di usia SD, SMP dan SMA, mungkin namanya cinta monyet, begitu orang-orang menyebutnya. Tak tahu pasti kenapa disebut cinta monyet. Apakah karena pada masa itu rebutan cinta sering kali menimbulkan pertengkaran ? Apakah karena perasaan cinta ketika itu hanya ungkapan emosional sesaat, cepat timbul tapi cepat pergi? Tapi sebenarnya ada juga yang komit dan serius untuk memaintain gelombang frekuensi cintanya terus ke jenjang rumah tangga. Jadi lantas kenapa disebut cinta monyet? Biarlah tiap kita mendefinisikannya sendiri dan tak perlu menanyakan ke monyet-monyet yang bergoyang.

Memasuki usia kuliah kedewasaan pun semakin tumbuh, terlebih memasuki usia bekerja. Sehingga sangatlah selektif dan hati-hati dalam memilih calon suami atau istri. Kerinduan akan hadirnya pendamping setia yang kelak akan menjadi suami atau istri, semakin menjadi. Planning menikahpun dibuat, usia 27 tahun untuk pria dan usia 25 tahun untuk wanita. Begitu kira-kira rata-rata usia menikah bagi kaum muda Indonesia yang mengalami bangku kuliah. Keseriusan sikap dan berbagai persiapanpun dimatangkan.

Lantas calon suami atau istri seperti apa yang dirindukan? Dalam suatu seminar di Balairung Universitas Indonesia, Dr. Boyke Dian Nugraha mengatakan bahwa berdasarkan survey terjadi perbedaan kecenderungan antara pria dan wanita dalam memilih calon pasangan hidupnya. Pria cenderung memilih wanita berdasarkan Romanic Vitality, kecantikan atau kemolekan tubuhnya. Sedangkan wanita cenderung memilih pria berdasarkan kedewasaannya. Terlepas dari berapa banyak yang setuju dengan kecenderungan ini, yang jelas Islam mengajarkan agar lebih memperhatikan agamanya dalam memilih calon suami atau istri dibandingkan pilihan kecantikan/ketampanan, keturunan, dan harta.

Setelah menikah kerinduan barupun muncul. Rindu lahirnya anak sebagai penerus keturunan, yang akan menorehkan sejarah pejuangan dan pengabdian yang lebih baik. Sehingga tak heran seorang ibu begitu sabar dan kuat mengandung selama 9 bulan. Begitu tegar dalam melahirkan. Begitu bijak dan perhatian dalam mendidik dan membesarkan. Seorang Bapakpun tak kenal lelah bekerja demi buah hatinya. Itulah kerinduan. Kerinduan melahirkan the power of spirit yang mendrive diri ini untuk senantiasa berbuat yang terbaik.

Menjelang datangnya bulan Ramadhan, apakah kerinduan pun tumbuh di diri ini? Semoga kerinduan itu ada. Dan semoga bisa menggedor hati untuk menuntun diri ini meningkatkan frekuensi dan kualitas ibadah.Aamiin.

Marhaban Yaa Ramadhan.


Matsumoto, 27 Agustus 2008

No comments: